PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-57/PJ/2009
Tanggal 12 Oktober 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-57/PJ/2009
Tanggal 12 Oktober 2009
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN
PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL
26
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa agar pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi yang merupakan bukan pegawai mendekati jumlah pajak yang
akan terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, perlu menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak tentang perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi;
Mengingat:-
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
-
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
-
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;
-
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA
PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK
PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG
PRIBADI.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi diubah sebagai berikut :
- Ketentuan Pasal 9 ayat (1) diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut
:
Pasal 9
(1) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut: - Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
- pegawai tetap;
- penerima pensiun berkala;
-
pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
-
bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
-
jumlah penghasilan yang melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
-
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
- Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana di maksud pada huruf a, b dan huruf c.
(2) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto. - Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
- Ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan ayat (5) diubah sehingga Pasal 10 berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 10
(1) Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah seluruh jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan. (2) Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut : - bagi pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
-
bagi pegawai tidak tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP;
- bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
(3) Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan: - biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun;
-
iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
(4) Besarnya penghasilan netto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun. (5) Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26: -
mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
-
melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa dan material atau barang
(6) Dalam hal jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik. - Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16
(1) Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah kumulatif dalam satu tahun kalender dari: -
Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c, bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
-
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang bersifat berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
- jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
-
jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi , tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;atau
-
jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
(2) Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas : - 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan;
- jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.
-
- Bagian Pertama Angka Romawi IV Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, diubah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
- Bagian Kedua Angka Romawi V Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, diubah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2009.Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Oktober 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-31/PJ/2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
DARMIN NASUTION
NIP 130605098
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-31/PJ/2009
PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN
PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26
BAGIAN PERTAMA : PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh
PASAL 26PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26
-
PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN BERKALAPenghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
-
Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Desember atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja;
-
Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
Penghitungan kembali ini dilakukan pada :-
Bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
-
bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.
-
I.1. Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja : - Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur
- Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur
I.1.a Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur I.1.a.1 Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap : 1. -
Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.
-
Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK) dan Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehataan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai
-
Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek.
2. -
Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12
-
Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto setahun dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember.
-
Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf a atau b diatas, dikurangi dengan PTKP.
-
Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar :
1) jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dibagi dengan 12; atau2) jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud pada huruf b.
3. -
Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut :
1) Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4, 2) Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26. -
Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan dengan cara seperti dalam angka 2 di atas.
-
PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf b dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf b dibagi 26.
4. Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 (lima) bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas rapel tersebut adalah sebagai berikut :-
rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan);
-
hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;
-
PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan;
-
PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana disebut pada huruf b.
5. Apabila kepada pegawai di samping dibayar gaji yang didasarkan masa gaji kurang dari satu bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yang lebih lama dari satu bulan (rapel) seperti tersebut dalam angka 4, maka cara penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam angka 4 dengan memperhatikan ketentuan dalam angka 3.I.1.a.2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Penerima Pensiun Berkala : 1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut :-
terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember;
-
penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;
-
untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut;
-
PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;
-
PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagai berikut :-
terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun;
-
selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara penghitungan untuk pegawai tetap pada butir I.1.a.1 angka 2 huruf a, c, dan d.
I.1.b Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur bagi Pegawai Tetap 1. Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut :-
dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
-
dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
-
selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
2. Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana pada butir 1 dengan memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur pada butir I.1.a.1. angka 2 huruf b, c dan d diatas.I.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Bulan Desember atau Masa Pajak Tertentu untuk Pegawai Tetap yang Berhenti Bekerja Sebelum Bulan Desember -
Pemotong pajak harus melakukan penghitungan kembali besarnya PPh Pasal 21 yang terutang :
-
Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur.
-
PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkuta, sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.
-
Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelumnya tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan, pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan pegawai tetap lainnya dalam masa pajak yag sama, sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk masa pajak tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap yang bekerja. 2.
-
-
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a adalah sebagai berikut :
-
Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, namun mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti bekerja sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama pegawai tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak.
-
Sedangkan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan.
-
-
- PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TIDAK TETAP ATAU
TENAGA KERJA LEPAS
II.1. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan : -
Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari :
-
Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu;
-
Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari;
-
Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.
-
-
Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp. 150.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp. 1.320.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.
-
Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian telah melebihi Rp. 150.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp. 1.320.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp. 150.000,00, dikalikan 5%.
-
Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp. 1.320.000,00 dan kurang dari Rp 6.000.000,00, maka PPh Pasal 21 yang yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.
-
Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 6.000.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
II.2. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan :
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto yang yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12. -
-
PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI ANGGOTA DEWAN PENGAWAS ATAU DEWAN KOMISARIS YANG TIDAK MERANGKAP SEBAGAI PEGAWAI TETAP, MANTAN PEGAWAI YANG MENERIMA JASA PRODIKSI, TANTIEM, GRATIFIKASI, BONUS ATAU IMBALAN LAIN YANG BERSIFAT TIDAK TERATUR, DAN PESERTA PROGRAM PENSIUN YANG MASIH BERSTATUS SEBAGAI PEGAWAI YANG MENARIK DANA PENSIUN
III.1. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap
PPh Pasal 21 dihitung dengan menarapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.III.2. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Berupa Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yang Bersifat Tidak Teratur
PPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.III.3. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai yang Menarik Dana Pensiun
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama 1 (satu) tahun kalender. - PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI ORANG PRIBADI YANG BERSTATUS
SEBAGAI BUKAN PEGAWAI
IV.1 Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Tenaga Ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas
PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender. Dalam hal tenaga ahli tersebut adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.IV.2. Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain Tenaga Ahli, atas Imbalan yang Bersifat Berkesinambungan IV.2.1 Bagi yang Telah Memiliki NPWP dan Hanya Menerima Penghasilan Dari Pemotong Pajak yang Bersangkutan
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak. Besarnya pengasilan kena pajak adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.IV.2.2 Bagi yang Tidak Memiliki NPWP atau Menerima Penghasilan Dari Selain Pemotong Pajak yang Bersangkutan
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.IV.3 Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain Tenaga Ahli, atas Imbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto. - PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI PESERTA KEGIATAN
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. - PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 26 BAGI ORANG PRIBADI YANG BERSTATUS
SEBAGAI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI.
- Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah dari jumlah penghasilan bruto.
- Dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan adalah subjek pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia.
I. | PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PENGHASILAN PEGAWAI TETAP | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
I.6 | PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI
YANG BERHENTI BEKERJA ATAU MULAI BEKERJA DALAM TAHUN BERJALAN
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.7 | PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG
SEBAGIAN ATAU SELURUHNYA DIPEROLEH DALAM MATA UANG ASING Neill Mc Leary adalah seorang karyawan memperoleh gaji pada bulan Januari 2009 dalam mata uang asing sebesar US$ 2,000 sebulan. Kurs yang berlaku untuk bulan Januari 2009 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp 11.250,00 per US$ 1.00. Neill Mc Leary berstatus menikah dengan 1 anak.
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.8 | PPh PASAL 21 SELURUH ATAU SEBAGIAN DITANGGUNG OLEH PEMBERI
KERJA Dalam hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yang ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan. Arip Mulyana adalah seorang pegawai dari PT Lautan Otomata dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima gaji Rp 4.000.000,00 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 150.000,00
Namun apabila pemberi kerja adalah bukan Wajib Pajak selain pemerintah atau Wajib Pajak yang pengenaan pajaknya berdasarkan PPh Final atau berdasarkan norma penghitungan khusus (demeed profit), maka kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja ditambahkan ke dalam penghasilan dari pegawai yang bersangkutan, dan penghitungan pajaknya dilakukan sesuai contoh Nomor I.9. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.9 | PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP
YANG MENERIMA TUNJANGAN PAJAK Dalam hal kepada pegawai diberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya. Contoh penghitungan : Peri Irawan (status kawin dengan 3 orang anak) bekerja pada PT Kartika Kawashima Pionirindo dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.500.000,00 sebulan. Kepada Peri Irawan diberikan tunjangan pajak sebesar Rp 25.000,00. Iuran pensiun yang dibayar oleh Priyo adalah sebesar Rp 25.000,00 sebulan.
Apabila selisih sebesar Rp5.688,00 tersebut ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak maka jumlah tersebut bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.10 | PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA
DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG DIBERIKAN OLEH WAJIB PAJAK YANG PENGENAAN PAJAK
PENGHASILANNYA BERSIFAT FINAL ATAU BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS (DEEMED
PROFIT) Qalbun Junaidi adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang pengenaan pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit), memperoleh gaji sebesar Rp 1.500.000,00 sebulan beserta beras 30 kg dan gula 10 kg. Qalbun Junaidi berstatus menikah dengan 1 orang anak. Nilai uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan harga pasar yaitu : Harga beras : Rp 10.000,00 per kg. Harga Gula : Rp 8.000,00 per kg.
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.11 | Perhitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap yang Baru Memiliki
NPWP pada Tahun Berjalan Wahyu Santosa, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Fajar Sejahtera dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp 5.500.000,00, dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp 200.000,00. Wahyu Santosa baru memiliki NPWP pada bulan Juni 2009 dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT Fajar Sejahtera untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni. Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan Januari - Mei 2009 adalah sebagai berikut :
120% X Rp 185.250,00 = Rp 222.300,00
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 2009, dimana Wahyu Santoso sudah memiliki NPWP pada akhir bulan November 2009 sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember 2009 adalah sebagai berikut :
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.12 | Penghitungan PPh Pasal 21 Yang Harus Dipotong Pada Masa Pajak
Terakhir, yaitu :
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II | PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS UANG PENSIUN YANG DIBAYARKAN SECARA BERKALA (BULANAN) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II.1 | Penghitungan PPh Pasal 21 Pada Tahun Pertama Dibayarkannya Uang
Pensiun Secara Bulanan
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II.2 | Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Pensiun Secara
Bulanan Pada Tahun Kedua dan Seterusnya. Dengan menggunakan contoh sebelumnya, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan mulai Januari 2010 (tahun kedua yang bersangkutan pensiun) adalah sebagai berikut :
|
III. | PENGHITUNGAN
PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG TEBUSAN
PENSIUN DAN TUNJANGAN HARI TUA ATAU JAMINAN HARI TUA YANG DITERIMA SEKALIGUS
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
IV. | PENGHITUNGAN
PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS JASA PRODUKSI, TANTIEM, GRATIFIKASI YANG DITERIMA
MANTAN PEGAWAI, HONORARIUM KOMISARIS YANG BUKAN SEBAGAI PEGAWAI TETAP DAN
PENARIKAN DANA PENSIUN OLEH PESERTA PROGRAM PENSIUN YANG MASIH BERSTATUS SEBAGAI
PEGAWAI
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
V | PENGHITUNGAN
PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA OLEH BUKAN PEGAWAI.
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
VI. | PENGHITUNGAN
PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA PESERTA
KEGIATAN. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Taufik Aprianto adalah seorang pemain bulutangkis professional yang bertempat tinggal di Indonesia. Ia menjuarai turnamen Indonesia Terbuka dan memperoleh hadiah sebesar Rp 200.000.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Terbuka tersebut adalah: 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00 15% x Rp 150.000.000,00 = Rp 22.500.000,00 Rp 25.000.000,00 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
VII. | PENGHITUNGAN
PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI DENGAN STATUS WAJIB PAJAK LUAR
NEGERI YANG MEMPEROLEH GAJI SEBAGIAN ATAU SELURUHNYA DALAM MATA UANG
ASING
Contoh: William Bentley adalah pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari. Dia berstatus menikah dan mempunyai 2 orang anak. Ia memperoleh gaji pada bulan Maret 2009 sebesar US$ 2,500 sebulan. Kurs Menteri Keuangan pada saat pemotongan adalah Rp 11.500,00 untuk US$ 1.00 Penghitungan PPh Pasal 26: Penghasilan bruto berupa gaji sebulan adalah: US$ 2,500 x Rp 11.500,00 = Rp 28.750.000,00 PPh Pasal 26 terutang adalah: 20% x Rp 28.750.000,00 = Rp 5.750.000,00 |
ttd.
DARMIN NASUTION
NIP 130605098
No comments:
Post a Comment