Sunday, September 30, 2012

PER-05/PJ/2012 TENTANG REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TAHUN 2012

PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-05/PJ/2012
Tanggal 3 Februari 2012
REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TAHUN 2012
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012;
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2007;
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TAHUN 2012.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
  1. Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak.
  2. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/ mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Pasal 2
(1)
Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak terdaftar.
(2)
Jangka waktu pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dimulai sejak Februari 2012 sampai dengan 31 Agustus 2012.
(3)
Registrasi Ulang Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan untuk seluruh Pengusaha Kena Pajak terdaftar.
Pasal 3
(1)
Dalam rangka Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(2)
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Verifikasi.
(3)
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak berdasarkan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
(4)
Verifikasi yang dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk mengetahui apakah Wajib Pajak benar-benar tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pasal 4
(1)
Persyaratan subjektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dipenuhi apabila Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha.
(2)
Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
(3)
Persyaratan objektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dipenuhi apabila Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud.
Pasal 5
(1)
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), yaitu:
  1. Pengusaha Kena Pajak yang telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain;
  2. Pengusaha Kena Pajak yang pindah alamat ke wilayah kerja kantor Direktorat Jenderal Pajak lainnya; atau
  3. Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(2)
Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu:
  1. Pengusaha Kena Pajak dengan status tidak aktif (Non Efektif);
  2. Pengusaha Kena Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya nihil untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  4. Pengusaha Kena Pajak, yang pada Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang pada bagian periode tersebut tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN atau menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya nihil;
  5. Pengusaha Kena Pajak yang tidak ditemukan pada waktu pelaksanaan Sensus Pajak Nasional; atau
  6. Pengusaha Kena Pajak yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya.
(3)
Pengusaha Kena Pajak yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, yaitu:
  1. Pengusaha Kena Pajak yang tidak dilakukan kunjungan (visit) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. Pengusaha Kena Pajak yang tidak dilakukan pemeriksaan PPN dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; atau
  3. Pengusaha Kena Pajak yang tidak dilakukan konfirmasi lapangan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2010 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dan perubahannya.
(4)
Dikecualikan dari Pengusaha Kena Pajak yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah Pengusaha Kena Pajak yang ditemukan keberadaannya dan diyakini kegiatan usahanya pada waktu pelaksanaan Sensus Pajak Nasional.
Pasal 6
(1)
Pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 diatur dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)
Hasil pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil Verifikasi sebagaimana diatur dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)
Apabila berdasarkan laporan hasil Verifikasi diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak termasuk dalam kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) maka kepada Pengusaha Kena Pajak tersebut diterbitkan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(4)
Laporan hasil Verifikasi, kertas kerja, dan dokumen pendukung Verifikasi disatukan dan disimpan dalam berkas induk Wajib Pajak.
Pasal 7
(1)
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak agar:
  1. memantau pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 dan memastikan bahwa hasil Verifikasi memenuhi tujuan yang diharapkan.
  2. memantau tindak lanjut atas kesimpulan yang tertuang dalam laporan hasil Verifikasi.
  3. membuat laporan rekapitulasi hasil Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Peraturan Perpajakan I setiap bulan dan menyampaikannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
(2)
Laporan rekapitulasi hasil Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 dibuat dalam format sebagaimana diatur dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 8
(1)
Dalam hal kemudian diperoleh data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak yang telah dicabut Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak-nya ternyata memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, maka Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dibatalkan.
(2)
Untuk membatalkan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan Verifikasi kembali.
(3)
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil Verifikasi.
(4)
Berdasarkan laporan hasil Verifikasi dibuat berita acara Verifikasi sebagaimana diatur dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(5)
Berita acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak unit vertikal di atas Kantor Pelayanan yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan.
(6)
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak mengirimkan berita acara Verifikasi yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Direktur Teknologi Informasi Perpajakan untuk ditindaklanjuti.
(7)
Direktur Teknologi Informasi Perpajakan setelah menindaklanjuti berita acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengirimkan pemberitahuan atas tindak lanjut berita acara Verifikasi kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(8)
Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan pemberitahuan mengenai status pengukuhan Pengusaha Kena Pajak kepada Wajib Pajak.
Pasal 9
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Februari 2012
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001

PMK : 144/PMK.011/2012 - PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU

PERATURAN
MENTERI KEUANGAN
NOMOR 144/PMK.011/2012
Tanggal 3 September 2012
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4675) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5264);
  4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Penanaman Modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.
  2. Aktiva Tetap Berwujud adalah aktiva berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan atau dipindahtangankan.
  3. Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
  4. Daerah-daerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.
Pasal 2
(1)
Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan terbatas dan koperasi, yang melakukan Penanaman Modal pada:
  1. Bidang-bidang Usaha Tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011; atau
  2. Bidang-bidang Usaha Tertentu dan Daerah-daerah Tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011, dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.
(2)
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
  1. pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun.
  2. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, sebagai berikut:
    Kelompok Aktiva
    Tetap Berwujud
    Masa
    Manfaat
    Menjadi
    Tarif Penyusutan
    dan Amortisasi
    Berdasarkan Metode
    Garis
    Lurus
    Saldo
    Menurun
    I. Bukan Bangunan      
      Kelompok I 2 50% 100%
    (dibebankan sekaligus)
      Kelompok II 4 2% 50%
      Kelompok III 8 12,5% 25%
      Kelompok IV 10 10% 20%
    II. Bangunan:      
      Permanen 10 10% -
      Tidak Permanen 5 20% -
  3. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku; dan
  4. kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
    1)
    Tambahan 1 tahun
    :
    apabila penanaman modal baru pada bidang usaha yang diatur pada ayat (1) huruf a dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat;
    2)
    Tambahan 1 tahun
    :
    apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
    3)
    Tambahan 1 tahun
    :
    apabila penanaman modal baru memerlukan investasi/pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
    4)
    Tambahan 1 tahun
    :
    apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi dalam jangka waktu 5 ( lima) tahun; dan/atau
    5)
    Tambahan 1 tahun
    :
    apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) sejak tahun ke 4 (empat).
Pasal 3
(1)
Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan investasi berupa Aktiva Tetap Berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha yaitu:
  1. seluruh Aktiva Tetap Berwujud bagi penanaman modal baru;
  2. tambahan Aktiva Tetap Berwujud bagi perluasan dari usaha yang telah ada.
(2)
Perluasan dari usaha yang telah ada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan suatu kegiatan dalam rangka peningkatan kuantitas/kualitas produk, diversifikasi produk, atau perluasan wilayah operasi dalam rangka pengembangan kegiatan dan produksi perusahaan.
(3)
Kepada Wajib Pajak yang melakukan perluasan usaha, besarnya dividen dan kerugian yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dan huruf d sebanding dengan persentase nilai realisasi Aktiva Tetap Berwujud perluasan usaha terhadap total nilai buku fiskal Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh sebelum perluasan usaha ditambah dengan nilai realisasi Aktiva Tetap Berwujud perluasan usaha pada waktu selesainya perluasan usaha.
Pasal 4
Bagi Wajib Pajak yang telah memiliki izin penanaman modal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sepanjang:
  1. memiliki rencana Penanaman Modal paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan
  2. belum beroperasi secara komersial pada saat Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu berlaku.
Pasal 5
Permohonan untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diajukan oleh Wajib Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. paling lama 1 (satu) tahun sejak izin penanaman modal atau izin perluasan penanaman modal diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau instansi lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bagi Wajib Pajak yang izin penanaman modal atau izin perluasan penanaman modalnya diterbitkan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini;
  2. paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku bagi Wajib Pajak yang izin penanaman modal atau izin perluasan penanaman modal diterbitkan dalam jangka waktu sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini; atau
  3. paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku bagi Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
(1)
Keputusan untuk pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(2)
Usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri dokumen berupa:
  1. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. fotokopi surat permohonan Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
  3. izin penanaman modal atau izin perluasan penanaman modal yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau instansi lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
  4. rincian jenis dan nilai Penanaman Modal.
(3)
Dalam rangka pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal selain dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampiri dengan surat keterangan belum beroperasi secara komersial yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(4)
Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap.
(5)
Keputusan persetujuan atau penolakan untuk pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan mendasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas pemenuhan kriteria dan persyaratan Wajib Pajak, termasuk kesesuaian permohonan dengan bidang usaha, klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia, cakupan produk, persyaratan, dan/atau Daerah/Provinsi dengan Lampiran I atau Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011.
Pasal 7
(1)
Dalam hal terhadap usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diterbitkan keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat dimanfaatkan sejak Wajib Pajak merealisasikan Penanaman Modal sebesar 80% (delapan puluh persen) dari rencana Penanaman Modal.
(2)
Untuk dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh keputusan mengenai realisasi Penanaman Modal sebesar 80% (delapan puluh persen) dari rencana Penanaman Modal.
(3)
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan.
Pasal 8
(1)
Fasilitas Pajak Penghasilan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, dapat dibebankan sejak Tahun Pajak ditetapkannya realisasi Penanaman Modal oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2)
Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. pengurang penghasilan neto untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima masing-masing sebesar 5% (lima persen) dikalikan rencana Penanaman Modal.
  2. pengurang penghasilan neto untuk tahun keenam sebesar 30% (tiga puluh persen) dikalikan dengan realisasi Penanaman Modal sampai dengan tahun keenam dikurangi dengan jumlah pengurang penghasilan neto dari tahun pertama sampai dengan tahun kelima sebagaimana dimaksud pada huruf a.
  3. dalam hal jumlah pengurang penghasilan neto dari tahun pertama sampai dengan tahun kelima sebagaimana dimaksud pada huruf a lebih besar dari realisasi Penanaman Modal sampai dengan tahun keenam dikalikan 30% (tiga puluh persen), atas selisih lebih pengurang penghasilan neto tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan pada tahun keenam.
Pasal 9
(1)
Penghitungan penyusutan dan amortisasi Aktiva Tetap Berwujud bagi Wajib Pajak yang realisasi Penanaman Modalnya belum ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sesuai ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
(2)
Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan berupa penyusutan dan amortisasi dipercepat atas Aktiva Tetap Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Penghitungan penyusutan dan amortisasi dipercepat dimulai sejak bulan ditetapkannya realisasi Penanaman Modal oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
  2. Dasar penyusutan dan amortisasi dipercepat adalah:
    1)
    harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan garis lurus;
    2)
    nilai sisa buku Aktiva Tetap Berwujud bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan saldo menurun.
  3. Tarif penyusutan dan amortisasi dipercepat adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b.
  4. Masa manfaat dipercepat Aktiva Tetap Berwujud adalah setengah dari sisa masa manfaat Aktiva Tetap Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya dengan ketentuan bagian bulan dihitung sebagai 1 (satu) bulan penuh.
(3)
Terhadap Aktiva Tetap Berwujud yang diperoleh setelah ditetapkannya realisasi Penanaman Modal oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, berlaku ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi dipercepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b.
Pasal 10
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dapat dimanfaatkan sejak Tahun Pajak ditetapkannya realisasi Penanaman Modal oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Pasal 11
(1)
Fasilitas Pajak Penghasilan berupa tambahan kompensasi kerugian yang lebih lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dapat dimanfaatkan sejak Tahun Pajak ditetapkannya realisasi Penanaman Modal oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2)
Untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan berupa tambahan kompensasi kerugian yang lebih lama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3)
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan lapangan menerbitkan keputusan tentang penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian.
(4)
Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d butir 1) berlaku untuk kerugian seluruh Tahun Pajak sepanjang Penanaman Modal baru dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat.
(5)
Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d butir 2) berlaku untuk kerugian pada Tahun Pajak setelah Wajib Pajak mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut.
(6)
Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d butir 3) berlaku untuk kerugian seluruh Tahun Pajak apabila Penanaman Modal baru memerlukan investasi/pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(7)
Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d butir 4) berlaku untuk kerugian Tahun Pajak dilakukannya pengeluaran biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi dalam jangka waktu 5 ( lima) tahun.
(8)
Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d butir 5) berlaku:
  1. terhitung sejak Tahun Pajak ke 4 (empat) setelah Wajib Pajak memperoleh izin penanaman modal atau izin perluasan penanaman modal dan Wajib Pajak bersangkutan menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen); dan
  2. pada Tahun Pajak bersangkutan, Wajib Pajak menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen).
Pasal 12
Penerapan dan penghitungan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 13
(1)
Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak laporan mengenai hal-hal sebagai berikut:
  1. jumlah realisasi Penanaman Modal sampai dengan selesainya seluruh investasi;
  2. jumlah realisasi produksi;
  3. rincian aktiva tetap yang digunakan untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan;
  4. rincian pengalihan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan; dan
  5. rincian aktiva tetap yang dialihkan yang diganti dengan aktiva tetap yang baru.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester terhitung sejak dimulainya realisasi Penanaman Modal sampai dengan selesainya seluruh investasi, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan.
(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan selama 6 (enam) tahun sejak ditetapkannya realisasi Penanaman Modal oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Pasal 14
Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) wajib:
  1. melampirkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik pada saat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
  2. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah atas aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Pasal 15
Terhadap penyalahgunaan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri ini, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan dilakukan pencabutan terhadap keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan serta penetapan realisasi Penanaman Modal, tata cara penyampaian kewajiban pelaporan, dan tata cara pencabutan keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 17
(1)
Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 yang telah disampaikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dilakukan pemrosesan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2007.
(2)
Terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008, tidak berlaku ketentuan mengenai pemanfaatan fasilitas oleh Wajib Pajak setelah Wajib Pajak merealisasikan Penanaman Modal sebesar 80% (delapan puluh persen) dari rencana Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(3)
Terhadap permohonan untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan yang diajukan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, diproses berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2007 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 September 2012
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 September 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 888